Skip to main content

Posts

Bermedia Sosial Sehat

Entah berapa banyak manfaat dari media sosial, yang jelas, untuk menyambung tali silaturohmi, berbisnis, berselfie, menyebar informasi dan banyak lagi. Media sosial merupakan sebuah alat. Ia bisa digunakan secara bijak ataupun tidak tergantung pemakai. Secara global, berita palsu/bohong dan negatif lainnya sudah menjangkiti masyarakat dunia. Masyarakat harus pandai dalam memilah dan memilih berita yang baik dan benar. Kemampuan ini tentunya tidak dimiliki semua masyarakat. Media sosial di tanah air sendiri sudah mulai beralih fungsi walau tidak signifikan. Dari biasanya sekedar curhat, selfie dan hal-hal remeh lainnya menjadi tempat ajang politik, tuding menuding dan negatif lainnya. Sebenarnya media sosial mau dijadikan tempat apapun itu baik. Selain kebebasan mengungkapkan pendapat dijamin oleh Undang-undang. Namun, tentunya dalam setiap kebebasan ada batasannya. Seperti dilarang menyebar berita bohong/palsu dan kebencian. Bagi umat muslim, menyebar berita bohong dan ke
Recent posts

PIlgub Jabar 2018, 2013 dan 2008, Bedakah?

Masih ingat dibenak ketika pilgub atau tahun 2008 disebut pilkada Jawa Barat diselenggarakan, konstelasi politik saat itu tidak seramai saat ini, media sosial belum banyak digunakan selain oleh para anak muda dan kalangan terbatas. Pemilihan langsung gubernur menunjukkan trend yang disebut biasa saja. Karena, konsentrasi pemilihan umum tetap pada pemilihan umum nasional. Mungkin karena saat itu, pemilihan umum kepala daerah secara langsung masih dalam tahap awal perkenalan kepada masyarakat. Pada kuliah umum tahun 2010, profesor (saya lupa nama beliau) mengatakan bahwa pemilihan umum kepala daerah jawa barat tempo lalu menang kontestasi salah satu faktor penentunya adalah kegantengan calon. Walau strategi itu gagal dipakai oleh Andre Taulani, tapi berhasil dipakai oleh Ungu Pasha dan tentunya Dede Yusuf saat pilkada 2008. Pada pilkada jabar 2008 telah membuktikan bahwa kandidat yang diusung dua partai dapat mengalahkan kandidat incumben dan kandidat yang diusung oleh banyak partai,

Idealisme Pemimpin dan Idealis Rakyat

nonprofitquarterly.org Masih ingat ketika "sang pangeran" Niccola Machiavelli bersabda, Apabila ingin melihat lembah, maka naiklah ke puncak gunung. Namun jika yang ingin kita lihat adalah gunung tersebut, maka turunlah ke lembah. Menggunakan analogi yang sama, jika ingin mengetahui sifat rakyat, maka jadilah penguasa. Namun apabila yang ingin kita lihat dan pahami adalah sifat dan karakteristik dari penguasa, tidak ada cara yang lebih jelas selain menjadi rakyat terlebih dahulu. Tarik menarik antara menjadi rakyat yang taat dan menjadi pemimpin yang dicintai rakyatnya keduanya tidak bisa dipisahkan, pemimpin tidak bisa disebut pemimpin jika tak ada yang dipimpinnya, sebaliknya, rakyat membutuhkan pemimpin untuk diarahkan, diatur serta disejahterakan untuk kehidupan yang lebih baik. Jika tak ada pemimpin, semua menjadi liar, tak terarah bagai butiran debu berserakan menimbulkan anarkis dan terjerumus kegelapan. Rakyat membutuhkan panutan atau bahasa inggrisnya R

Perubahan Omong Kosong

Dalam usianya yang tak lama lagi 70 tahun dalam kemerdekaan. Bangsa ini terus belajar dan berubah, berubah kearah yang lebih baik. Pergolakan-pergolakan terjadi dari masa kemasa sepanjang 70 tahun kemerdekaannya. Jika Pak Syafrudin Prawiranega dihitung sebagai pemimpin bangsa ini dalam pemerintahan darurat, sudah 7 presiden yang memimpin dan Pak Joko Widodo sedang dalam proses menjalankan masa jabatannya. Indonesia mengalami pergantian pemimpin dalam rentan waktu yang cukup lama ketika Pak Soeharto menjadi presiden dan akhirnya mengundurkan diri setelah "didesak" mahasiswa yang menduduki gedung perwakilan rakyat saat itu. Bukan hal yang mudah bagi Pak Habibie menjalankan pemerintahan (transisi) agar Indonesia tidak terpuruk lebih dalam atau bahkan menjadi "bubar". Semua pemimpin ingin sekali menjalankan pemerintahan yang baik, bahkan Pak Soeharto sendiri. Tentunya bisa dilihat dari jejak Undang-undang, Perpu, Perpres, Kepres dan lain-lain. Katakanlah bagai

Manusia Menyembah Manusia(?)

Meningkatkan efektifitas dan efisiensi, kalimat itu pernah saya dengar dari jaman masih sekolah dasar sampai dengan sekarang. Seringkali dilontarkan oleh para pejabat publik, entah dalam setiap pidato ataupun tatap muka. Jaman orde baru kalau tak salah di TVRI ada acara dinamika pembangunan, saresehan, kelompencapir dan lain-lain. Ada satu acara lagi dimana pak Harto berdialog dengan rakyat, yang konooooonnnn katanya dialog tersebut sudah diskenariokan. Efektif dan efisien, penting dijaga dalam suatu perusahaan untuk menjaga kualitas dan kuantitas keluaran produksi (barang/jasa). Menjaga efektifitas suatu keluaran tentunya dibutuhkan beberapa hal, seperti baiknya sinergi komunikasi di internal perusahaan dalam hal ini antar karyawan, maupun komunikasi dua arah pimpinan kepada bawahan. Selain itu aturan perusahaan dalam hal standar operasional perusahaan yang baku tapi flexibel tak kalah pentingnya dalam menjaga efektifitas. Efisiensi perusahaan sendiri terikat dan berhubunga

Pengawasan Masyarakat

Di alam demokrasi pengawasan masyarakat diperlukan dalam pengelolaan negara sebagai bentuk partisipasi masyarakat, dalam pelaksanaannya telah dirintis sejak jaman orde baru melalui inpres No. 1 tahun 1989 tentang pengawasan melekat , didalamnya memuat definisi pengawasan masyarakat sebagai pengawasan yang dilakukan oleh warga masyarakat, disampaikan secara lisan atau tertulis kepada aparatur pemerintah yang berkepentingan, berupa sumbangan pikiran, saran, gagasan atau keluhan/pengaduan yang bersifat membangun yang disampaikan baik secara langsung maupun melalui media. Setelah reformasi bergulir bermunculan perundangan-undangan memperkuat memberikan payung hukum bagi pengawasan dari masyarakat; dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik ; PermenPAN No. 13 Tahun 2009 tentang Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dengan Partisipasi Masyarakat ; UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN ; Pasal 9 UU No. 28 tahun 1999 dan pasal

Manusia itu Penyimbol

Manusia, manusia itu unik. Diantara jutaan manusia, setiap satu manusia tidak akan menyamai satu manusia lainnya. Saking uniknya, manusia mempunyai sisi unik yang tidak dimiliki manusia lain. Keunikan manusia sebenarnya bukanlalh terletak pada kemampuan berpikirnya melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa. Manusia sebagai Animal symbolicum , makhluk yang mempergunakan simbul, yang secara generek mempunyai cakupan yang lebih luas daripada Homo sapiens yakni makhluk yang berpikir, sebab dalam kegiatan berpikirnya manusia mempergunakan simbol. (Ernst Cassirer) Manusia dapat berpikir dengan baik karena ia mempunyai bahasa untuk mengkomunikasikan pengetahuannya kepada orang lain. Dengan bahasa pula manusia bisa berpikir secara abstrak di mana objek-objek yang faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak. Maka dengan adanya transformasi ini maka manusia dapat berpikir mengenai suatu objek tertentu meskipun objek tersebut secara faktual tidak be