Skip to main content

Perubahan Omong Kosong

Dalam usianya yang tak lama lagi 70 tahun dalam kemerdekaan. Bangsa ini terus belajar dan berubah, berubah kearah yang lebih baik. Pergolakan-pergolakan terjadi dari masa kemasa sepanjang 70 tahun kemerdekaannya. Jika Pak Syafrudin Prawiranega dihitung sebagai pemimpin bangsa ini dalam pemerintahan darurat, sudah 7 presiden yang memimpin dan Pak Joko Widodo sedang dalam proses menjalankan masa jabatannya.

Indonesia mengalami pergantian pemimpin dalam rentan waktu yang cukup lama ketika Pak Soeharto menjadi presiden dan akhirnya mengundurkan diri setelah "didesak" mahasiswa yang menduduki gedung perwakilan rakyat saat itu. Bukan hal yang mudah bagi Pak Habibie menjalankan pemerintahan (transisi) agar Indonesia tidak terpuruk lebih dalam atau bahkan menjadi "bubar".

Semua pemimpin ingin sekali menjalankan pemerintahan yang baik, bahkan Pak Soeharto sendiri. Tentunya bisa dilihat dari jejak Undang-undang, Perpu, Perpres, Kepres dan lain-lain. Katakanlah bagaimana pemerintahan yang dipimpin Soeharto mencoba memberantas korupsi, banyak peraturan yang dibuat oleh beliau saat ini. Atau bagaimana beliau meminta yang-diperintah (rakyat) berpartisipasi dalam pemerintahan dan banyak lagi.

Ada 4 pilar utama agar pemerintah dapat menjalankan tata kepemerintahan yang baik yakni akuntabilitas (pertanggung-gugatan), kredibilitas, partisipasi masyarakat dan supremasi hukum. Logika sederhana dari 4 pilar utama tersebut ketika supremasi hukum bisa dicapai maka akuntabilitas pemerintahan terhadap yang-diperintah akan semakin kredibel hingga meningkatkan partisipasi masyarakat.

Keempat pilar utama tata kepemerintahan yang baik tersebut merupakan serangkaian hal yang harus bisa ditegakkan dan dilaksanakan agar tercipta tata kepemerintahan yang baik hingga bisa mengantar seluruh rakyat Indonesia mencapai kesejahteraan seperti yang termaktub dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945.

Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan pemerintah agar bisa mencapai kondisi tata kepemerintahan yang baik. Kenapa? Karena ketika pemerintah hendak bersungguh-sungguh ingin menciptakan supremasi hukum, akuntabilitas dan meraih kredibilitas dari masyarakat mengharuskan adanya partisipasi masyarakat. Bagaimana tidak? Secara sederhana dapat dicontohkan dalam sebuah proyek yang diselenggarakan pemerintah. Ketika pemerintah membuat proyek jalan. Meminta kepada pengusaha untuk melengkapi semua ijin, prosedur keselamatan dan lain sebagainya. Lalu memang pengusaha menjalankan dan melengkapi semua ijin, namun ada banyak prosedur keselamatan yang dilanggar.

Partisipasi masyarakat akan meningkat ketika tata kepemerintahan yang baik dijalankan bukan hal yang mustahil. Tetapi bukan hal yang muskil ketika tata kepemerintahan yang baik sudah dijalankan dilain pihak partisipasi masyarakat nihil karena mental masyarakatnya sendiri yang masih ingin melanggar aturan karena tidak mengikuti prosedur yang berlaku. Seperti ketika pemerintah bersungguh-sungguh beritikad baik memberikan pelayanan pembuatan E-KTP selesai dalam 3 x 24 jam, namun karena masyarakat ingin cepat, lalu mereka memberikan uang kepada birokrat agar selesai hari itu juga dengan terdesak kebutuhan untuk melengkapi persyaratan hendak menikah misalnya. Bisa dipastikan, jika partisipasi masyarakat kurang maka tata kepemerintahan yang baik pun akan sirna dan kehilangan arah untuk perubahaan bagi seluruh rakyat.

Jangan berteriak ketika dolar naik, padahal yang-diperintah bisa berpartisipasi untuk menurunkan nilai dolar dengan menghentikan pembelian barang-barang impor. Jangan berteriak harga BBM naik hingga semua bahan pokok naik jika yang-diperintah bisa berpartisipasi dengan menggerakkan perekonomian dengan usaha kemandirian dan kreatifitas. Jangan berteriak birokrasi yang berbelik jika mematuhi peraturan saja susahnya minta ampun dan berteriak-teriak "terlalu banyak aturan" padahal birokrasinya sendiri sudah dipangkas habis-habisan oleh pemerintah.

Semua perubahan yang diinginkan akan menjadi omong kosong jika tak ada partisipasi dari rakyatnya sendiri. Jika pemerintah sudah beritikad baik serta bersungguh-sungguh ingin membuat perubahaan menuju tata kepemerintahan yang baik hingga mencapai pemerintahan yang bersih. 

Lalu kenapa kita tidak berpartisipasi dengan peran yang kita jalankan.    

Popular posts from this blog

PIlgub Jabar 2018, 2013 dan 2008, Bedakah?

Masih ingat dibenak ketika pilgub atau tahun 2008 disebut pilkada Jawa Barat diselenggarakan, konstelasi politik saat itu tidak seramai saat ini, media sosial belum banyak digunakan selain oleh para anak muda dan kalangan terbatas. Pemilihan langsung gubernur menunjukkan trend yang disebut biasa saja. Karena, konsentrasi pemilihan umum tetap pada pemilihan umum nasional. Mungkin karena saat itu, pemilihan umum kepala daerah secara langsung masih dalam tahap awal perkenalan kepada masyarakat. Pada kuliah umum tahun 2010, profesor (saya lupa nama beliau) mengatakan bahwa pemilihan umum kepala daerah jawa barat tempo lalu menang kontestasi salah satu faktor penentunya adalah kegantengan calon. Walau strategi itu gagal dipakai oleh Andre Taulani, tapi berhasil dipakai oleh Ungu Pasha dan tentunya Dede Yusuf saat pilkada 2008. Pada pilkada jabar 2008 telah membuktikan bahwa kandidat yang diusung dua partai dapat mengalahkan kandidat incumben dan kandidat yang diusung oleh banyak partai,

Manusia Menyembah Manusia(?)

Meningkatkan efektifitas dan efisiensi, kalimat itu pernah saya dengar dari jaman masih sekolah dasar sampai dengan sekarang. Seringkali dilontarkan oleh para pejabat publik, entah dalam setiap pidato ataupun tatap muka. Jaman orde baru kalau tak salah di TVRI ada acara dinamika pembangunan, saresehan, kelompencapir dan lain-lain. Ada satu acara lagi dimana pak Harto berdialog dengan rakyat, yang konooooonnnn katanya dialog tersebut sudah diskenariokan. Efektif dan efisien, penting dijaga dalam suatu perusahaan untuk menjaga kualitas dan kuantitas keluaran produksi (barang/jasa). Menjaga efektifitas suatu keluaran tentunya dibutuhkan beberapa hal, seperti baiknya sinergi komunikasi di internal perusahaan dalam hal ini antar karyawan, maupun komunikasi dua arah pimpinan kepada bawahan. Selain itu aturan perusahaan dalam hal standar operasional perusahaan yang baku tapi flexibel tak kalah pentingnya dalam menjaga efektifitas. Efisiensi perusahaan sendiri terikat dan berhubunga

Mengapa Program Perubahan Tidak Menghasilkan Perubahan?

“Why Change Programs Don’t Produce Change” Harvard Business Review tahun 1990 (Mengapa Program Perubahan/Pembaruan tidak Menghasilkan Perubahan/Pembaruan) Kebanyakan program perubahan tidak berjalan karena dipandu oleh sebuah teori perubahan yang secara fundamental cacat. Menurut model ini, perubahan adalah seperti sebuah pengalaman  konversi. Bila orang “masuk agama,” perubahan perilaku mereka tentu akan mengikuti. Demikian pula, perilaku individu dibentuk dengan kuat oleh peran-peran organisasional yang dimainkan orang. Oleh karena itu, cara paling efektif untuk mengubah perilaku adalah memasukkan orang ke dalam suasana organisasi yang baru, yang menentukan peran-peran baru, tanggung jawab baru, dan hubungan yang baru pada diri mereka.